Sudah berapa rindu yang tidak terbayar hingga hari ini? entahlah, rasa rindu ini tidak bertepi sama sekali. Terus berlayar mencari muara seluas-luasnya.
Rasa rindu tidak bisa dibayar dengan uang, tapi pertemuan. Sejak perpisahan itu nyata, persatuan hanya bisa menjadi mimpi belaka. Bahagia dengan yang dimilikki sekarang.
Bingkai putih yang belum usang, masih mengukir senyumanmu, tidak pernah padam. senyum kala itu membuktikan kita bisa saling membahagiakan, sampai akhirnya memudar dan tidak lagi saling bersandar. Melihat senyum itu terukir ikhlas dengan jemari yang saling menggenggam
dan bertautan erat, seakan enggan ingin lepas selamanya.
Kalau saja waktu bisa kuhentikan, akan kuhentikan sesegera mungkin agar kau tidak lari lalu pergi, akan tetapi aku bukan siapa-siapa yang bisa menghentikan waktu begitu saja. Saat mengukir kebahagiaan bersamamu, aku tak menyangka hal itu hanya sebatas kenangan kini. Menonton film, mendengarkan lagu di taman, memegang erat kemejamu dari belakang, enggan memeluk karena terlalu malu. bercengkerama dari inti pembicaraan sampai out of topic, menertawakan kebodohan sendiri atau membuat lelucon agar tidak garing.
Mengingatnya saja membuatku tersenyum, apalagi bisa melakukannya lagi denganmu? Ah sial, itu tidak akan mungkin terjadi lagi.
Dipisahkan oleh takdir mungkin terdengar klasik, tapi memang itu adanya, memaksakan seseorang terus bertahan, menurutku buruk. Jika dia tahu, jika dia paham dia akan bertahan. Mengalami fase ini sangat tidak mudah, apalagi harus berdamai dengan diri sendiri setelah ditinggalkan olehnya. begitulah ketika duniaku diambil olehnya saat bersamanya. ketika dia pergi, sebagian dariku hampa, kosong, hampir tidak ada bahagia.
Seolah perasaan itu hilang begitu saja, berubah menjadi kesakitan yang mungkin tidak bisa ditahan. air mata menjadi akibat dari yang sudah terjadi begitu saja.
Kemarahan, kekecewaan mendominasi hati yang terluka, tidak menutup kemungkinan rutukkan dan sumpah serapah, bahkan doa terus dipanjatkan agar dia mendapat balasan. Menjadi tokoh paling antagonis setelahnya.
Tidak terlalu buruk, sakit hati membawaku pada proses yang panjang. Yang mempertaruhkan haruskah aku berbuat baik atau tidak sama sekali. Menanam kebencian sama saja membunuhku perlahan. mungkin aku tidak akan punya cinta lagi setelah ini.
Namun, saat hal itu terpikir, aku mulai belajar bahwa tidak ada untungnya menanam dan memupuk kebencian itu menjadi dendam. kalau itu terjadi, aku akan kehilangan kepercayaan kepada siapapun bahkan menganggap mereka hanya bisa menyakiti tanpa bisa mencintai.
Setelah melewati kesakitan itu, aku merasakan lagi bahagia saat mengagumi, namun itu semua semu. untuk ke sekian kali, aku menanam rasa kecewa menjadi sesuatu yang mungkin bisa membuatku berhenti, berhenti memaknai semua ini.
Berharap pada yang tidak pasti, bahkan sekalipun yang pasti hanya bisa menimbulkan kecewa bahkan sakit hati.
Semua orang pantas dicintai, tapi tidak semua orang bisa menghargai. Ini bukan simpulan, tapi coba pikirkan.
Komentar
Posting Komentar