Pagi yang sejuk, tidak terlalu cerah juga tidak mendung. Kunikmati pagi ini dengan secangkir teh panas yang masih berasap. Satu koper dan satu ransel juga tas selempang kecil sudah siap di sampingku. Waktu yang tidak pernah kutunggu datang juga. Padahal aku menghindari hari ini karena jauh dari keluarga, sahabat, teman-teman, dan kamu. Apa boleh buat, hari ini datang juga akupun harus pergi. Empat puluh lima menit aku menunggu Rey, kekasihku, untuk menjemput.
Sebuah mobil terparkir tepat di depan garasiku. "Kamu menunggu lama, Ren?" Aku menggeleng. Rey langsung mengangkat koperku dan memasukannya ke dalam bagasi mobilnya. "Ren mukanya jangan jutek gitu, bikin aku gak tenang. Kamu mau pergi sebulan masa aku dijutekin gitu sih". Aku langsung menyunggingkan senyum kepadanya. "Udah yuk berangkat, teman-temanku sudah menunggu". Kami bergegas masuk ke dalam mobil, Rey menginjak gas mobilnya, kami melaju dengan cepat karena aku terlambat.
Sesampainya di kampus, sudah ramai dengan teman-temanku. Rey tidak banyak bicara dia hanya berpesan, "Jaga diri kamu baik-baik, kamu jauh dari aku, keluarga kamu juga. Inget jangan genit" katanya sambil mencubit pipiku. Aku tersenyum. Setelah berpamitan Rey masuk ke dalam mobil dan melaju begitu cepat.
Aku memasukkan barang-barangku ke dalam mobil pick up yang sudah tersedia. Semua barang telah masuk dan aku masuk ke mobil temanku. Kami semua adalah kumpulan orang-orang asing yang disatukan karena urusan studi. Kurang lebih 19 orang. Menyatukan 19 kepala tidak mudah. Kami masih masa adaptasi, jadi masih sering merasa canggung satu sama lain.
Sampailah kami di suatu daerah yang tidak terlalu buruk bagiku, namun asing. Tempat dimana aku akan bertahan hidup selama satu bulan lamanya. Meninggalkan rutinitasku setiap harinya dan menggantinya dengan aktivitas yang sudah direncanakan bersama.
Setelah satu minggu, aku merasakan kenyamanan yang pernah kurasakan sebelumnya. Nyaman dengan lingkungannya dan orang-orangnya. Satu minggu ini juga aku sangat jarang bertukar kabar dengan Rey, sesekali berkomunikasi hanya pagi dan malam, itu juga jika dia sempat. Rey sedang sibuk dengan dunianya. Ponselku berdering, "Halo" terdengar suara disebrang sana. "Kok kamu diam aja Ren? Jawab dong", Rey seperti orang yang sedang marah, aku juga marah. "Kenapa Rey? Tumben kamu telepon". Dia menjawab agak lama, "Iya, besok kamu pulang kan? Aku gak bisa jemput, kamu naik umum aja ya" aku hanya menjawab 'iya'. Begitulah Rey, jika sudah ada kepentingan untuk dirinya, aku pun menjadi tidak penting lagi baginya. Egois memang.
Selama dua minggu berlalu, aku merasa ada yang berbeda dengan Al, yang biasanya dia mengobrol banyak denganku, kini dia menjadi seperti menghindariku. Entahlah apa yang membuatnya seperti itu. Salah satu temanku, Ri, dia bilang Al suka padaku. Namun bukan berarti dia harus menghindari aku, seharusnya. Karena aku pun bisa bersikap biasa saja di depannya. Aku bingung harus bersikap seperti apa biar dia bisa biasa saja denganku, melupakan rasa sukanya itu. Tapi kenyataannya sulit. Ketika seseorang sudah memiliki perasaan untuk seseorang sudah sulit untuk dihentikan, apalagi bila sering bertemu. Untuk tidak melihatnya pun sulit. Aku menepis kenyataan bahwa dia menyukaiku karena aku tidak mau membuka hati untuk siapa pun, karena Rey. Daripada aku harus bermain api, aku juga akan memainkan hati Al, lebih baik aku tidak memedulikan hal itu, toh aku masih bisa berteman dengan Al.
Semakin lama sikap Al menunjukkan keberaniannya memiliki perasaan untukku. Ketika aku update di instastory dia mengirimkan emoji 'love' sangat banyak, tapi kuabaikan. Aku berpikir realistis, aku tidak ingin menanggapi bukan karena aku benci, tapi karena aku tidak ingin menimbulkan harapan untuknya, yang nantinya aku hanya memainkan hatinya yang seharusnya untuk orang lain yang bisa menerima Al. Aku tidak ingin dia menghabiskan waktunya untuk perasaan yang tak bisa kubalas. Ketakutan itulah yang selalu menghantuiku, karena itu juga aku menjadi orang yang acuh untuknya.
Aku bersiap untuk pulang hari ini. Aku diantar oleh Fan ke stasiun terdekat. Aku tidak ingin bergantung pada Rey yang sedang sibuk dengan dunianya yang entahlah aku tidak tahu seberapa sibuknya. Lebih kurang dua jam perjalanan menggunakan kereta dan naik ojek online. Kulihat ponselku sama sekali tidak ada kabar dari Rey. Menghilang dengan sendirinya. Merasa nyaman dengan lingkungan barunya. Tanpa sadar ketika kita memiliki ambisi yang sudah dicapai, kita akan melupakan yang kita punya. Itulah Rey, sedang menjalani ambisi yang dia kejar selama ini, tanpa sadar dia melupakanku. Tapi aku senang dan bangga, itu artinya dia punya potensi yang sangat bagus untuk mimpinya. Ponselku bergetar, bukan dari Rey, melainkan Al. Kubuka pesannya, "Gue kangen lo". Entah apa maksud dari chat-nya itu, aku abaikan tidak kuhiraukan. Sebenarnya aku tidak suka seperti ini, terlalu frontal, tapi juga menghindar. Membuatku semakin yakin untuk mengabaikan kenyataan itu.
Pagi hari aku mengurusi urusanku hingga sore menjelang. Rey ternyata menyempatkan diri untuk datang ke tempat yang sama denganku, tapi dengan urusannya. Aku mengabaikan Rey karena terlalu marah dengan kelakuannya. Aku hanya pamit 'duluan ya, takut ketinggalan kereta' dan dia hanya menjawab 'iya hati-hati'. Klasik, Rey. Aku sedih sekaligus marah dengan Rey, dia sama sekali tidak menggubrisku. Ponselku berdering, pesan Rey muncul 'Maaf tadi gak sempet ngobrol sama kamu, aku ada keperluan lagi. Kamu hati-hati di jalan, maaf juga gak bisa nganter kamu'. Simpan maafmu itu untuk lebaran tahun depan, Rey.
Aku sampai di stasiun tujuan. Aku dijemput oleh temanku Gon. Dia adalah teman curhatku, teman sedihku, kalau teman hidup...sepertinya tidak. Sesampainya di tempatku, Al seperti orang yang marah kepadaku dan Gon. Apa masalahnya? Dia marah padaku karena aku dijemput orang lain dan bukan dia? Dia pun bukan siapa-siapa, dia tidak berhak dengan hal itu. Aku mengabaikannya seperti biasa, karena menurutku itu sangat menyebalkan dan kurang pantas.
Satu bulan bersama orang-orang ini membuatku sangat senang, juga membuatku tak menentu dengan Rey dan juga Al. Al masih saja menyukaiku dan sekarang lebih parah, semua orang yang mendekat padaku dia akan mengabaikan orang itu dan masih bertahan pada perasaan itu. Rey masih saja sibuk dengan dunianya mengabaikanku selalu dan aku tidak tahu apakah hatinya masih untukku? Apa yang harus kulakukan?
Selama dua minggu berlalu, aku merasa ada yang berbeda dengan Al, yang biasanya dia mengobrol banyak denganku, kini dia menjadi seperti menghindariku. Entahlah apa yang membuatnya seperti itu. Salah satu temanku, Ri, dia bilang Al suka padaku. Namun bukan berarti dia harus menghindari aku, seharusnya. Karena aku pun bisa bersikap biasa saja di depannya. Aku bingung harus bersikap seperti apa biar dia bisa biasa saja denganku, melupakan rasa sukanya itu. Tapi kenyataannya sulit. Ketika seseorang sudah memiliki perasaan untuk seseorang sudah sulit untuk dihentikan, apalagi bila sering bertemu. Untuk tidak melihatnya pun sulit. Aku menepis kenyataan bahwa dia menyukaiku karena aku tidak mau membuka hati untuk siapa pun, karena Rey. Daripada aku harus bermain api, aku juga akan memainkan hati Al, lebih baik aku tidak memedulikan hal itu, toh aku masih bisa berteman dengan Al.
Semakin lama sikap Al menunjukkan keberaniannya memiliki perasaan untukku. Ketika aku update di instastory dia mengirimkan emoji 'love' sangat banyak, tapi kuabaikan. Aku berpikir realistis, aku tidak ingin menanggapi bukan karena aku benci, tapi karena aku tidak ingin menimbulkan harapan untuknya, yang nantinya aku hanya memainkan hatinya yang seharusnya untuk orang lain yang bisa menerima Al. Aku tidak ingin dia menghabiskan waktunya untuk perasaan yang tak bisa kubalas. Ketakutan itulah yang selalu menghantuiku, karena itu juga aku menjadi orang yang acuh untuknya.
Aku bersiap untuk pulang hari ini. Aku diantar oleh Fan ke stasiun terdekat. Aku tidak ingin bergantung pada Rey yang sedang sibuk dengan dunianya yang entahlah aku tidak tahu seberapa sibuknya. Lebih kurang dua jam perjalanan menggunakan kereta dan naik ojek online. Kulihat ponselku sama sekali tidak ada kabar dari Rey. Menghilang dengan sendirinya. Merasa nyaman dengan lingkungan barunya. Tanpa sadar ketika kita memiliki ambisi yang sudah dicapai, kita akan melupakan yang kita punya. Itulah Rey, sedang menjalani ambisi yang dia kejar selama ini, tanpa sadar dia melupakanku. Tapi aku senang dan bangga, itu artinya dia punya potensi yang sangat bagus untuk mimpinya. Ponselku bergetar, bukan dari Rey, melainkan Al. Kubuka pesannya, "Gue kangen lo". Entah apa maksud dari chat-nya itu, aku abaikan tidak kuhiraukan. Sebenarnya aku tidak suka seperti ini, terlalu frontal, tapi juga menghindar. Membuatku semakin yakin untuk mengabaikan kenyataan itu.
Pagi hari aku mengurusi urusanku hingga sore menjelang. Rey ternyata menyempatkan diri untuk datang ke tempat yang sama denganku, tapi dengan urusannya. Aku mengabaikan Rey karena terlalu marah dengan kelakuannya. Aku hanya pamit 'duluan ya, takut ketinggalan kereta' dan dia hanya menjawab 'iya hati-hati'. Klasik, Rey. Aku sedih sekaligus marah dengan Rey, dia sama sekali tidak menggubrisku. Ponselku berdering, pesan Rey muncul 'Maaf tadi gak sempet ngobrol sama kamu, aku ada keperluan lagi. Kamu hati-hati di jalan, maaf juga gak bisa nganter kamu'. Simpan maafmu itu untuk lebaran tahun depan, Rey.
Aku sampai di stasiun tujuan. Aku dijemput oleh temanku Gon. Dia adalah teman curhatku, teman sedihku, kalau teman hidup...sepertinya tidak. Sesampainya di tempatku, Al seperti orang yang marah kepadaku dan Gon. Apa masalahnya? Dia marah padaku karena aku dijemput orang lain dan bukan dia? Dia pun bukan siapa-siapa, dia tidak berhak dengan hal itu. Aku mengabaikannya seperti biasa, karena menurutku itu sangat menyebalkan dan kurang pantas.
Satu bulan bersama orang-orang ini membuatku sangat senang, juga membuatku tak menentu dengan Rey dan juga Al. Al masih saja menyukaiku dan sekarang lebih parah, semua orang yang mendekat padaku dia akan mengabaikan orang itu dan masih bertahan pada perasaan itu. Rey masih saja sibuk dengan dunianya mengabaikanku selalu dan aku tidak tahu apakah hatinya masih untukku? Apa yang harus kulakukan?
Komentar
Posting Komentar