Ketika semua orang bilang "lebih baik jadi anak kecil, nangis cuma karena berebut mainan atau jatuh daripada jadi orang dewasa nangis karena berebutan cowok atau jatuh cinta". Nyatanya, hal itu gak bisa diterima dalam diri gue. Justru mimpi buruk itu datang dimasa kecil gue.
Biasanya sewaktu kecil tuh seneng banget kan ya punya banyak teman? Pasti. Oleh karena itu, gue berteman dengan siapa saja. Namanya juga masih kecil, masih polos dan lucu gitu. Waktu di sekolah dasar, gue sekolah di sekolah orang elit, sedangkan gue datang dari keluarga yang sederhana. Singkat cerita, gue berteman dengan siapa aja tanpa tau orang-orang disekitar gue kayak apa. Tanpa gue sadari ternyata ada yang gak suka sama gue dua orang, sebut saja nama mereka Fina dan Fani (mereka gak kembar cuma biar gampang aja nyebutnya). Dari kelas satu, mereka tuh udah gak suka gitu sama gue, pokoknya dimata mereka gue seperti anak yang tidak niat dilahirkan.
Cerita ini dimulai dari gue kelas dua SD, waktu itu gue lagi ada pelajaran matematika. Karena SD gue ini SD islam, jadi pake kerudung. Nah, kebetulan kerudung gue itu talinya kayak lepas gitu, dibenerin lah sama guru gue, guru gue bilang "Nah, kalo kayak gini kan cantik". Dua orang itu tiba-tiba nengok ke arah gue dan bilang "Ih jelek". Mental gue sangat down saat itu juga. Gue merasa gak pernah jahat gitu sama mereka, kenapa mereka bersikap demikian? OK, ini sangat drama. Tapi bagi anak kecil itu suatu penghinaan banget, ya gak? Akhirnya, gue menahan tangisan yang sudah selayaknya dikeluarkan. Gue gak masalah kalau sekarang gue dibilang jelek, tapi waktu kecil itu kalau dibilang begitu sakit hatinya parah banget sih. Anyways, gue orangnya emang pasrah aja dibilang demikian, tapi nyelekit di hati. Belum selesai sampai disitu, lanjut lagi pelajaran olahraga. Waktu itu gue mau ganti baju, tiba-tiba teman gue, Maya mau ganti baju juga, tapi gue bergegas duluan ke kamar mandi. Gue udah selesai duluan tuh, gue balik ke kelas. Ternyata, kelas gue rame gitu kan gak ngerti ada apa. Gue tanya ke yang lain kan ada apa, ternyata si Maya jatuh di depan pintu kamar mandi. Gue kaget dong karena dia bareng gue, tapi gue liat tadi dia baik-baik aja. Tiba-tiba si Fina nuduh gue yang menyebabkan Maya jatuh. Gue bingung kenapa dia nuduh gue, padahal gue sama sekali gak tau apa-apa. Akhirnya, gue memilih untuk diam, membiarkan hal itu berlalu, dan beruntungnya hal itu gak sampai ke guru. Gue selalu menghindari konflik yang gue rasa itu bakal menimbulkan keributan.
Kelas tiga, gue sekelas lagi sama dua orang itu. Lalu, kita pernah main bareng, jadi disitu kita memerankan tokoh yang ada di sinetron Bawang Merah dan Bawang Putih yang saat itu lagi hits banget. Nah, disinetron itu bapaknya Bawang Putih menggunakan kursi roda. Dan kalian tau? Gue disuruh berperan sebagai bapaknya itu. Kalian bertanya-tanya gak gimana caranya gue meranin bapaknya itu? Gue setengah duduk, gak berdiri gak duduk. Si Fina itu meranin jadi Bawang Merah, cocok sih sama karakter dia dan si Fina jadi Bawang Putih. Gue bertanya pada mereka sampai kapan gue harus meranin itu, dia bilang 30 menit. OK. Dan OMG, alhasil kaki gue pegal-pegal, guys. Untung itu cuma beberapa menit sih. Sebenarnya masih banyak lagi perlakuan mereka yang membuat gue jadi pengecut, tapi yang gue inget dan paling membekas ya hal itu.Kali ini persoalan kerja kelompok. Si Fina ini sedikit bossy gitu orangnya, tiba-tiba dia bilang "Yang gak kerja gak aku tulis namanya". Saat itu, gue sekelompok sama dia, dan gue gak dikasih kerjaan sama sekali. Gue panik dong, gue nanya dicuekkin. Akhirnya, yaudah gue kerjain aja sendiri tuh, bersyukurnya dia masih mau nerima kerjaan gue.
Karena gue udah gak tahan selalu diperlakukan seperti itu, gue laporkan hal ini ke Ibu gue. Ibu gue langsung nelpon ke wali kelas gue soal ini. Besoknya, gue dipanggil wali kelas gue. Wali kelas gue menanyakan apa yang terjadi, gue ceritakan dari awal mereka memperlakukan gue tidak baik sampai akhirnya seperti itu. Gue bingung menjelaskannya gimana, kalau gue ngomong sejujurnya bakalan dikerjain lagi sama mereka. Pada akhirnya, gue menjelaskan yang sudah terjadi aja. Lalu, gak disangka-sangka ternyata perlakuan mereka sampai ke telinga kepala sekolah gue, dan semuanya dipanggil, terutama yang terlibat persoalan kerja kelompok itu. Gue menjelaskan apa yang Fina bilang karena memang dia yang bilang demikian. Setelah ditanya sama kepala sekolah dan guru gue, dia bilang cuma bercanda. Gue gak habis pikir dia bisa bilang bercanda. Padahal yang gue liat dia benar-benar serius bicara begitu. Gue merasa mungkin memang dia bercanda, tapi gue udah terlanjur menganggap semua perlakuan dia itu benar-benar bikin gue sakit hati dan bikin gue jadi seorang pengecut yang gak berani melawan mereka. Sebab lainnya juga karena mereka terkenal dimata guru-guru, jadi gue bisa apa? Akhir dari drama ini kita minta maaf satu sama lain dan mereka berjanji tidak akan mengulangi kesalahan mereka lagi. Naik kelas selanjutnya, gue gak sekelas lagi sama Fina, tapi gue sekelas dengan si Fani. Awalnya gue takut bakal diperlakukan lagi seperti dulu, ternyata tidak. Fani cuma ikut-ikutan Fina untuk memperlakukan gue seperti itu. Bersyukurnya, gue punya teman yang menerima gue dan baik sama gue dikelas-kelas selanjutnya.
By the way, masa kecil itu memang enak kok, kalau kita memang berada di lingkungan yang bisa menerima dan menganggap diri kita siapa. Tapi kalau sudah berada di lingkungan yang salah, itu bisa menyebabkan masa kecil itu sangat menyedihkan dan tidak berkesan sama sekali. Masa kecil gue memang tidak terlalu buruk, tapi hal itu sangat membekas ke diri gue. Itulah sekilas masa kecil gue yang gue ingat sampai sekarang, orang-orangnya pun masih gue ingat, tapi tidak lagi gue ingin mengenal mereka. Cukup sekali.
Salam pertemanan.
Kelas tiga, gue sekelas lagi sama dua orang itu. Lalu, kita pernah main bareng, jadi disitu kita memerankan tokoh yang ada di sinetron Bawang Merah dan Bawang Putih yang saat itu lagi hits banget. Nah, disinetron itu bapaknya Bawang Putih menggunakan kursi roda. Dan kalian tau? Gue disuruh berperan sebagai bapaknya itu. Kalian bertanya-tanya gak gimana caranya gue meranin bapaknya itu? Gue setengah duduk, gak berdiri gak duduk. Si Fina itu meranin jadi Bawang Merah, cocok sih sama karakter dia dan si Fina jadi Bawang Putih. Gue bertanya pada mereka sampai kapan gue harus meranin itu, dia bilang 30 menit. OK. Dan OMG, alhasil kaki gue pegal-pegal, guys. Untung itu cuma beberapa menit sih. Sebenarnya masih banyak lagi perlakuan mereka yang membuat gue jadi pengecut, tapi yang gue inget dan paling membekas ya hal itu.Kali ini persoalan kerja kelompok. Si Fina ini sedikit bossy gitu orangnya, tiba-tiba dia bilang "Yang gak kerja gak aku tulis namanya". Saat itu, gue sekelompok sama dia, dan gue gak dikasih kerjaan sama sekali. Gue panik dong, gue nanya dicuekkin. Akhirnya, yaudah gue kerjain aja sendiri tuh, bersyukurnya dia masih mau nerima kerjaan gue.
Karena gue udah gak tahan selalu diperlakukan seperti itu, gue laporkan hal ini ke Ibu gue. Ibu gue langsung nelpon ke wali kelas gue soal ini. Besoknya, gue dipanggil wali kelas gue. Wali kelas gue menanyakan apa yang terjadi, gue ceritakan dari awal mereka memperlakukan gue tidak baik sampai akhirnya seperti itu. Gue bingung menjelaskannya gimana, kalau gue ngomong sejujurnya bakalan dikerjain lagi sama mereka. Pada akhirnya, gue menjelaskan yang sudah terjadi aja. Lalu, gak disangka-sangka ternyata perlakuan mereka sampai ke telinga kepala sekolah gue, dan semuanya dipanggil, terutama yang terlibat persoalan kerja kelompok itu. Gue menjelaskan apa yang Fina bilang karena memang dia yang bilang demikian. Setelah ditanya sama kepala sekolah dan guru gue, dia bilang cuma bercanda. Gue gak habis pikir dia bisa bilang bercanda. Padahal yang gue liat dia benar-benar serius bicara begitu. Gue merasa mungkin memang dia bercanda, tapi gue udah terlanjur menganggap semua perlakuan dia itu benar-benar bikin gue sakit hati dan bikin gue jadi seorang pengecut yang gak berani melawan mereka. Sebab lainnya juga karena mereka terkenal dimata guru-guru, jadi gue bisa apa? Akhir dari drama ini kita minta maaf satu sama lain dan mereka berjanji tidak akan mengulangi kesalahan mereka lagi. Naik kelas selanjutnya, gue gak sekelas lagi sama Fina, tapi gue sekelas dengan si Fani. Awalnya gue takut bakal diperlakukan lagi seperti dulu, ternyata tidak. Fani cuma ikut-ikutan Fina untuk memperlakukan gue seperti itu. Bersyukurnya, gue punya teman yang menerima gue dan baik sama gue dikelas-kelas selanjutnya.
By the way, masa kecil itu memang enak kok, kalau kita memang berada di lingkungan yang bisa menerima dan menganggap diri kita siapa. Tapi kalau sudah berada di lingkungan yang salah, itu bisa menyebabkan masa kecil itu sangat menyedihkan dan tidak berkesan sama sekali. Masa kecil gue memang tidak terlalu buruk, tapi hal itu sangat membekas ke diri gue. Itulah sekilas masa kecil gue yang gue ingat sampai sekarang, orang-orangnya pun masih gue ingat, tapi tidak lagi gue ingin mengenal mereka. Cukup sekali.
Salam pertemanan.
Komentar
Posting Komentar